alihkan bahasa sesukamu!!

Minggu, 01 Desember 2019

LAHAN HIJAU RAIB, DIDUGA KARENA PEMBIARAN (Bersambung)





 Ilustrasi lahan hijau menjadi lahan kuning di wilayah Kepanjen dan Pakisaji


MALANGKAB/Fajarpost - Maraknya usaha bisnis property, hotel, dan tanah kavling di kabupaten Malang mengakibatkan raibnya lahan pertanian, khususnya lahan sawah.

Adanya kecenderungan meluasnya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian saat ini, telah menyebabkan susutnya lahan pertanian secara progresif.
Sejatinya pemerintah telah memiliki UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Kalau Pemerintah Daerah Kabupaten Malang serius terhadap kecamatan Kepanjen sebagai ibukota, dan menjadikan Kepanjen sebagai Daerah Pertanian. Tentunya memperhatikan akan keutuhan lahan pertanian, bila perlu menambah luas lahan yang sudah ada.

Ketua DPRD Kabupaten Malang Didik Gatot Subroto mengatakan, jika Pemkab Malang sepakat menjadikan Kepanjen sebagai kota pertanian, maka pemerintah harus menyiapkan instrumen khusus. Sehingga Kepanjen dan wilayah sekitarnya menjadi basis perekonomian pertanian yang kuat.
"Jika sudah ditetapkan, langsung dipersiapkan sinergitas untuk membangun infrastrukrur yang baik antar-organisasi perangkat daerah (OPD)," katanya saat hadir mengisi diskusi publik bertema Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) di Tengah Arus Industrialisasi dan Investasi di Kabupaten Malang, Rabu (23/10/2019) beberapa waktu yang lalu di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

Sementara ketika akan menetapkan Kepanjen sebagai kawasan industri, lanjut Didik, pemkab juga harus mengupayakan cara yang sama. Namun dengan catatan tidak mengurangi jumlah sawah yang ada di Kepanjen. Sebab, sawah merupakan lahan terpenting dalam ketahanan pangan.

"Tentukan, mana yang di perda RTRW dari hijau jadi kuning dan dari kuning ke hijau. Kalau jadi wilayah industri, harus ada lahan lain yang diubah sebagai sawah, harus diganti," tegas politikus PDI Perjuangan itu.

Namun kenyataannya malah bermunculan usaha tanah kavling, property, perhotelan, dan lain sebagainya. Yang mana merubah lahan hijau menjadi lahan kering.
Hal ini diduga adanya pembiaran dalam proses perijinan alih fungsi lahan, dimana di beberapa daerah kecamatan di kabupaten Malang, seperti Kepanjen, Pakisaji, Kromengan, Gondanglegi, Turen, dan beberapa kecamatan lainnya.

Sementara itu Slamet BS. Selaku Kabid Tanaman Pangan, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang,  mengatakan " Ya biarkan saja lahan sawah dibuat usaha tanah kavling, property, dan perhotelan, kalau kita bicara tentang data luasan pertanian, maka normatif, karena kita akan melakukan program indkes pertanaman yang saat ini masih dihitung dan akan dilaksanakan", jelasnya.

Padahal lahan hijau pertanian sudah berkurang dari tahun ke tahun, namun program nasional untuk mengatasi kapasitas produksi adalah Indeks Pertanaman. Akan tetapi di Kabupaten Malang belum pernah dilakukan.

Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Perpres ini diterbitkan dengan pertimbangan bahwa luas alih fungsi lahan pangan, khususnya sawah menjadi nonsawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga berpotensi dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional.

Selanjutnya di tempat berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, menurut Perpres ini, menyampaikan usulan peta sebagaimana dimaksud kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarria/pertanahan dan tata ruang untuk ditetapkan sebagai peta Lahan Sawah yang dilindungi.

Menurut Perpres ini, terhadap Lahan Sawah yang masuk dalam peta Lahan Sawah yang dilindungi sebagaimana dimaksud namun belum ditetapkan sebagai bagian dari penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana tata ruang, tidak dapat dialihfungsikan sebelum mendapat rekomendasi perubahan penggunaan tanah dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarian/pertanahan dan tata ruang.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 27 Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 12 September 2019.

“Dengan adanya Peta Lahan Sawah Dilindungi ini diharapkan Pemerintah Daerah segera menetapkan LP2B di Kabupaten/Kota masing-masing dengan disertai data spasialnya, sehingga Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Peraturan-peraturan Pemerintah turunannya dapat dilaksanakan secara optimal,” pinta Budi.

Dia menambahkan bahwa  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 sudah 10 tahun diundangkan, namun baru sedikit yang telah menetapkan LP2B dengan data spasialnya, sehingga diharapkan Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi ini akan mendorong Pemerintah Daerah untuk mempercepat Penetapan LP2B.

“Keberpihakan Pemerintah Daerah terhadap perlindungan lahan sawah ini sangat dibutuhkan dalam Penetapan Peta Lahan Sawah Dilindungi,” kata Budi Situmorang.

Reporter : John
Kameramen : Isnaeni

Tidak ada komentar: