alihkan bahasa sesukamu!!

Selasa, 19 Juli 2016

MUI LARANG PEREMPUAN PASANG STATUS MEDSOS

PALU - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, melarang keras kaum Muslim wanita yang sudah berstatus istri memajang foto-fotonya di media sosial (medsos). "Jangan memamerkan foto-foto Anda di media sosial, Facebook, Line, BBM, WA, dan lainnya, karena dapat berdampak negatif kepada diri sendiri dan keluarga," kata Ketua MUI Kota Palu, Zainal Abidin.
Pakar pemikiran Islam modern itu mengatakan, wanita Muslim yang telah menikah tak perlu memamerkan wajahnya serta sebagian tubuhnya di Facebook, sebab lebih berdampak negatif ketimbang positif.
Bahkan, sebut Zainal, memamerkan wajah bagi wanita Muslim yang telah menikah dapat menimbulkan ketersinggungan suami yang kemungkinan berujung pada keretakan hubungan baik rumah tangga.Se
bab ketika gambar wajah serta sebagian tubuh wanita terpajang di medsos, maka hal itu menarik perhatian para lelaki dengan berbagai komentar.

"Saya melihat bahwa perempuan Muslim yang sudah berkeluarga justru senang meng-upload foto fotonya, dan malah lebih senang lagi dia jika ada orang atau pengguna Facebook yang berkomentar dengan kata-kata misalkan 'bunda cantik'," ucapnya.(ten)

FENOMENA MAHALNYA PENDIDIKAN DI INDONESIA

JAKARTA - 
Rela mengeluarkan banyak uang, bukan berarti Difa tak mengeluh. Sebab, menurut dia, di sisi lain banyak sekolah dengan biaya terjangkau namun masih bisa memberikan fasilitas yang cukup baik.
Mahalnya biaya masuk sekolah tak membuat seorang ibu bernama Difa mengurungkan niat untuk memasukkan anaknya di sebuah SD swasta berbasis Islam. Padahal, ibu dua anak ini harus merogoh kocek hingga Rp10 juta untuk uang pangkal berikut seragam dan buku. Dia juga harus menyiapkan Rp525 ribu untuk SPP bulanan.
"Dengan biaya tersebut sekolah pasti punya perhitungan, misalnya untuk operasional dan kegiatan lainnya. Tetapi memang kalau saya lihat di sini ada komersialisasi pendidikan. Ada juga SD yang bayarannya tidak semahal itu, tetapi tetap bisa memfasilitasi siswa-siswanya," ujarnya dihubungi Okezone, belum lama ini.
Memutuskan untuk menyekolahkan anak di SD Islam terpadu (SDIT) tentu dengan berbagai pertimbangan. Pertama, Difa ingin agar anaknya memiliki lingkungan pergaulan yang kondusif, terutama dalam pembentukan karakter dan akhlak. Kedua, yakni terkait sistem belajar mengajar di sekolah tersebut yang dinilai cukup baik dan modern.
"Orangtua karena butuh anaknya untuk sekolah, jadi terkadang kalau lihat rincian biaya tidak dicek lagi. Di sekolah anak saya juga begitu, kami diberi rincian, misalnya uang kegiatan Rp 2 juta, seragam Rp500 ribu, dan lain sebagainya. Memang logis, tetapi tidak dilihat lagi," tuturnya.
Difa berpendapat, seharusnya ada pemerataan dalam biaya pendidikan. Sebab, dia pun tak menampik jika banyak SD yang murah bahkan gratis. Tetapi di sisi lain, sekolah swasta banyak yang mematok harga selangit.

"Waktu saya survei malah ada sekolah yang uang pangkalnya sampai Rp30 juta. Sangat mahal. Saya juga ingin, tetapi kan harus disesuaikan dengan kemampuan," sebutnya.(ok)