alihkan bahasa sesukamu!!

Senin, 29 Oktober 2018

TOKOH PEMUDA SUKSES GAET DAKWAH ISLAM

Nama Ustadz Abdul Somad dikenal publik karena Ilmu dan kelugasannya dalam memberikan penjelasan dalam menyampaikan dakwah yang disiarkan melalui saluran Youtube.
Ustadz Abdul Somad adalah juga dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau.
Ulasan yang cerdas dan lugas, ditambah lagi dengan keahlian dalam merangkai kata yang menjadi sebuah retorika dakwah, membuat ceramah Ustadz Abdul Somad mudah dicerna oleh berbagai kalangan masyarakat.
Banyak dari ceramah Ustadz Abdul Somad yang mengulas berbagai macam persoalan agama.
Namun Abdul Somad juga banyak membahas mengenai masalah-masalah terkini, nasionalisme dan berbagai masalah yang sedang menjadi pembahasan hangat di kalangan masyarakat.
Mengutip dari berbagai sumber, Tribunsolo.com menelusuri kehidupan sederhana Ustadz Abdul Somad.
Dalam beberapa unggahan di media sosial, Ustaz Abdul Somad kerap menerima tamu di rumahnya. ((ten/sir)


GUNAKAN BAHASA INDONESIA YANG BENAR

Malang fajarpost - Aksi simpatik digelar mahasiswa pendidikan bahasa dan sastra Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka menyerukan penggunaan kembali bahasa Indonesia sesuai kaidah yang baik dan benar. Sekaligus merilis temuan tempat usaha, instansi maupun lembaga yang belum menulis dengan benar identitasnya.
"Bahasa Indonesia sudah mulai tersisihkan dengan bahasa asing. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, menerapkan aturan yang berlaku, melestarikan budaya lokal, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia," ungkap koordinator aksi Rifqi Muhammad Rizky Aryada depan Balai Kota Malang Jalan Tugu.

Aksi diawali dengan longmarch ratusan mahasiswa serta dosen dari kawasan Stadion Gajayana menuju bundaran Balai Kota Malang, Jumat (26/10/2018). Ratusan mahasiswa ini membawa poster dan banner bertuliskan seruan penggunaan bahasa Indonesia yang benar. ( TUIZ )

MAKNAI SUMPAH PEMUDA DENGAN 2 VERSI


OPINI :  Mansur. ASH, S, Sos
Ketua Umum TMC86 & MBM Foundation


Memaknai Sumpah Pemuda tahun ini mari kita tidak membuat artikulasi fisik. Secara umum mungkin kulit ari kita bisa mengeriput tetapi jiwa dan ruh jiwa jiwa kepemudaan kita harus tetap terjaga hingga kapanpun.
Seorang pemuda tentunya bukan jauh, tapi menjauhkan dari sifat daro pesimistis dan apreori terhadap apapun. Tidak Ke PD an tapi yang tidak Minder. Sebenarnya Semangat sumpah pemuda adalah pembakit kekebalan jiwa dan raga kita atas informasi Hoaks dan Pembulian karakter. Lebih baik mencoba dari pada tidak sama sekali.
Di kritik bukan berarti disalahkan di ingatkan bukan berarti tidak di sukai. Kebanyakan kita baru tersadar pujian sering membawa kelupaan dan pelemahan karakter kita dari pihak lain itu jadi jamu kuat.
Semangat Pemuda semangat Asli Kemerdekaan!!!

Kamis, 18 Oktober 2018

Bupati Ditahan KPK, langsung HM. Sanusi jadi Plt


Malangkab- Fajarpost
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sudah menunjuk Wakil Bupati Malang, M Sanusi sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Malang menggantikan Rendra Kresna yang kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Tjahjo, penyerahan SK Plt Bupati Malang akan dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada Selasa (16/10/2018) siang ini. "Hari ini penyerahan SK Plt Bupati Ma
lang kepada Wakil Bupati Malang. SK-nya diserahkan
 Gubernur Jatim," kata Tjahjo lewat pesan singkat, Selasa (16/10/2018).

Gubernur Jatim Soekarwo  resmi melantik Wakil Bupati Sanusi sebagai Plt Bupati Malang. Hari pertama menjabat, Plt Wabup Sanusi langsung tancap gas. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Malang dikumpulkan dan mengikuti kegiatan rutin Bina Desa."Ini saya perjalanan menuju lokasi bina desa yang hari ini dijadwalkan di Desa Purwodadi, Kecamatan Donomulyo," ungkap Plt Bupati Malang Sanusi saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (17/10/2018) kemarin.


Sanusi mengaku, pagi tadi dirinya telah menggelar koordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk tetap menjalankan program kerja. ( Mul/ La Aya)

Senin, 15 Oktober 2018

KPK AJUKAN PERTANYAAN PADA BPKAD KAB. MALANG

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa para saksi terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menyeret Bupati MalangRendra Kresna.
Selain Rendra Kresna, kasus tersebut juga menyerat dua nama lain dari pihak swasta yakni Ali Murtopo dan Eryk Armando Tala sebagai tersangka.

KPK melakukan pemeriksaan terhadap 8 saksi di Aula Bhayangkari Mapolres Malang, Sabtu (13/10/2018).
Satu dari delapan saksi tersebut adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Malang, Willem Petrus Salamena.(inzet foto)

Willem Petrus Salamena tiba di Aula Bhayangkari Polres Malang sekitar pukul 10.05 WIB dan langsung memasuki ruang pemeriksaan.Seusai keluar dari ruang pemeriksaan, Willem Petrus Salamena menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang ditanyakan oleh penyidik.Namun, ia menjelaskan bahwa fokus utama dari pertanyaan penyidik KPK adalah terkait DAK Pendidikan tahun 2011. ( Mul/Is)

BUPATI MALANG PENUHI PANGGILAN KPK

EXCLUSIVE UPDATE : Malangkab-jatim
15/10/2018-

Bupati Malang Dr. H Rendra Kresna meninggalkan Pendopo Kabupaten Malang, Jalan Agus Salim  Malang sekitar 12.15 WIB dengan didampingi anaknya, Kresna Dewananta Prosakh. Keduanya duduk berdampingan dalam Kijang Innova putih N 51 OO sambil melambaikan tangan kepada para Wartawan.
Lawyer dari pihak Rendra Kresna, Gunadi Handoko mengungkapkan, kliennya akan kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan. Rendra secara fisik dan mental siap menjalani pemeriksaan.
"Terima kasih ya. Mohon doanya," ungkap Rendra Kresna singkat.

Rendra memenuhi panggilan KPK atas sangkaan padanya menerima uang suap dari Ali Murtopo selaku rekanan swasta Pemkab Malang senilai Rp 3,45 miliar. Selain itu, Rendra juga diduga menerima uang dari Eryk Armando Talla senilai Rp 3,55 miliar dari proyek yang dianggarkan Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. ( Jon/team )

Selasa, 02 Oktober 2018

DI BALIK SEJARAH DARI JENDRAL AHMAD YANI ( era PKI )

 Kalender tanggal 30 September 1965 jatuh pada hari Kamis. Pukul 08.00, Brigadir Jenderal M. Sabur menemui Presiden Sukarno guna menyerahkan sebuah berkas soal pergantian Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad). Kala itu Menpangad dijabat Letnan Jenderal Ahmad Yani. 

Sedari 6 Maret 1962, Yani adalah orang nomor satu di Angkatan Darat. Sukarno kemudian menorehkan tanda tangan dalam rancangan pergantian itu. Surat tersebut lalu diteruskan sekretaris presiden, Yamin.

Orang yang rencananya menggantikan Yani adalah Mayor Jenderal Moersjid. Sama seperti Yani, Moersjid punya darah Bagelen. Ayahnya berasal dari daerah di Purworejo itu dan ibunya berdarah Betawi. Jenderal kelahiran Jakarta, 10 Desember 1924 ini, menurut Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI AD (1989: 208-209), juga pernah dinas di PETA, seperti Yani. Moersjid adalah Shodancho PETA Jakarta. 

Sukarno sudah bertanya ke Moersjid soal kesediaannya pada sore 29 September 1965. Seperti ditulis Anthony C.A. Dake dalam Soekarno File (2005: 31) dan dicatat buku Kronik ’65 (2017: 218) yang disusun Kuncoro Hadi dan kawan-kawan, Moersjid menjawab: “Saya bersedia menerimanya.”

Antara Sugandhi, Sukarno, dan Yani

Tiga jam setelahnya, sekitar pukul 11.00, Brigadir Jenderal Sugandhi, salah satu orang dekat Sukarno, datang menghadap sang presiden. Kala itu Sugandhi adalah anggota DPR-GR. Kepada Sukarno, Gandhi bercerita dirinya telah bertemu dengan D.N. Aidit dan Sudisman. “Keduanya mengajak Sugandhi untuk bergabung dalam aksi melawan Dewan Jenderal,” catat Kuncoro Hadi dan kawan-kawan (2017: 223).

Menurut Victor M. Fic dalam Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Tentang Konspirasi (2005: 110-111), mereka berdua bilang jika Sukarno sudah tahu. Sebagai ajudan presiden, Gandhi hendak mengkonfirmasi soal tindakan terhadap para jenderal ini ke Sukarno. Gandhi tentu bertanya tentang tahu atau tidaknya presiden soal itu. Sukarno dengan nada marah menyuruh agar Gandhi jangan ikut campur. Sukarno menambahkan pula, “Kamu jangan PKI-phobi!”. 

Victor M. Fic menceritakan, Gandhi berusaha menjelaskan bahwa Yani setia kepada presiden. Tapi Sukarno tidak termakan penjelasan Gandhi.

“Sudah! Jangan banyak bicara, jangan ikut-ikut. Kamu tahu dalam revolusi menurut Thomas Carlyle, seorang Bapak dapat memakan anaknya sendiri,” kata Sukarno.

“Waduh, kalau begitu bapak ini sudah jadi PKI,” timpal Gandhi.

“Diam kamu! Tak tempeleng pisan kowe. Sudah sudah pulang sana. Yang ngati-ati,” pesan Sukarno yang berusaha menahan amarah. 

Sugandhi tidak sakit hati dengan omongan Sukarno nan kasar. Itu hal biasa baginya.

Cerita soal pertemuan antara Gandhi dengan Sukarno tak hanya dicatat McFic. Amelia Yani, putri Ahmad Yani, juga mencatat hal yang kurang-lebih sama dalam Ahmad Yani, Sebuah Kenang-kenangan (1981: 299). Setelah siang yang panas bersama Sukarno itu, Gandhi pun berusaha melaporkannya kepada Yani. Ia berusaha secepatnya, namun Yani sulit ditemui. Sugandhi lalu menelepon, tapi Yani sedang menerima kedatangan Mayor Jenderal Basoeki Rachmat.

Menurut Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 (2006), Yani akhirnya hanya bisa bicara lewat telepon. Yani tidak yakin akan penculikan atas dirinya. Dari pembicaraan itu, menurut Gandhi seperti dikutip Rum Aly, "rasa percaya diri Yani masih cukup kuat sepanjang hubungannya dengan Sukarno” (hlm. 118). 

Yani merasa omongan Sudisman dan Aidit yang katanya akan menindak jenderal adalah pancingan belaka.

Yani sendiri pernah mendapat informasi dari Mayor Jenderal Suwondo Parman, asisten intel Menpangad, tentang adanya gerakan pada 19-20 September 1965 yang dimotori PKI. Tapi gerakan itu tidak terjadi. Laporan Gandhi tentu dimentalkan Yani. Meski begitu, Yani berpesan, “kita harus berhati-hati.”

Jelang malam 30 September 1965, tepat hari ini 53 tahun lalu, Yani tidak berusaha menambah jumlah pasukan pengawal untuk dirinya sendiri. 

Pada dini hari 1 Oktober 1965, rumah Yani pun disatroni Pasukan Pasopati, yang jumlahnya cukup untuk melumpuhkan penjagaan di kediamannya. Ketika bertemu pasukan penculik, Yani yang merasa diperlakukan dengan kurang ajar sempat mengadakan perlawanan hingga dia ditembak Sersan Gijadi.

Setelah Tanggal 30 Berakhir
Mayor Jenderal Moersjid, sebelum 30 September, adalah Deputi I (Operasi) Menpangad. Dia dianggap orang nomor dua di Angkatan Darat setelah Yani. Menurut catatan Julius Pour di harian Kompas (24/8/2008), Moersjid yang dicap tukang gelut konon termasuk dalam daftar jenderal yang akan diculik juga. Meski sumber lain menyebut Ahmad Sukendro lah sasaran yang tidak jadi diculik.

Moersjid tak pernah mengisi jabatan Menpangad, meski Ahmad Yani terbunuh dan rencananya pada 6 Oktober 1965 akan ada serah terima jabatan. Dia juga tidak pernah menuntut jabatan yang disodorkan Sukarno itu. Reputasi Moersjid sebagai tukang gelut dinilai membahayakan jika diangkat menggantikan Yani di masa kacau tersebut.

Sukarno sempat menunjuk Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro, jenderal berdarah Bagelen yang lain, untuk menjadi pejabat Menpangad. Niatan Sukarno ini tak pernah terwujud. Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto yang kemudian menjadi nomor satu di Angkatan Darat.

Baik Moersjid maupun Pranoto belakangan jadi tahanan. Karier mereka mati, hanya sampai mayor jenderal. Moersjid sempat dijadikan Wakil Menteri Koordinator Pertahanan sebelum ditahan selama empat tahun tanpa kejelasan. Moersjid pernah juga dijadikan Duta Besar Indonesia untuk Filipina sebelum namanya rusak.

Penulis: Petrik Matanasi

GUBERNUR JATIM PELOTOTI DUGAAN KASUS KORUPSI DI PEMKAB/PEMKOT


Surabaya - Gubernur Jawa Timur melakukan kerjasama mencegah terjadinya korupsi di lingkungan Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Kerja sama itu dilakukan para bupati/wali kota, kapolres, hingga jaksa.

Beberapa pihak dihadirkan untuk bekerja sama melalui Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH). Soekarwo mengatakan nantinya APIP akan menerima pengaduan masyarakat, selanjutnya akan disaring mana yang memenuhi untuk ditindak APH. 

"Ini nanti dilakukan atas pengaduan dan laporan masyarakat yang berindikasi tindakan korupsi akan disaring," ujar Pakdhe Karwo sapaan akrabnya saat penandatanganan kerjasama APIP dan APH di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (18/9/2018).



Ditanya seberapa efektifkah langkah ini mengurangi tindakan korupsi, terlebih baru saja ada kasus korupsi berjamaah di Malang, Pakdhe mengaku tak ada salahnya untuk berusaha. Sementara kasus Malang merupakan masalah integritas masing-masing. 

"Namanya usaha, permasalahan yang serius kemarin adalah masalah integritas. Lah sekarang kita cari formula dengan Polisi, formula dengan ICW (Indonesia Corruption Watch), formula dengan Kejaksaan agar proses itu dikawal," tegasnya. 

Sementara Pakdhe Karwo menambahkan jika ada kasus yang memerlukan penanganan hukum, dirinya akan menyerahkan ke APH. Baginya, pertemuan hari ini untuk menyelaraskan komitmen bersama dalam menghadapi korupsi.


 (report: Jhon/Isna)

HAK POLITIK TERHADAP MANTAN " NAPI KORUPTOR ???"

Oleh: Resty Woro Yuniar (South China Morning Post)
Puluhan mantan napi korupsi akan kembali maju di pemilihan legislatif Indonesia tahun depan. Dan walaupun memiliki catatan hitam, mereka memiliki kesempatan untuk menang.
Sekitar 7.968 orang bersaing memperebutkan kursi DPR dan DPRD, 38 kandidat sebelumnya telah dihukum karena korupsi. Namun, mereka berhasil mendapatkan dukungan 13 partai—dari total 16 partai—yang ambil bagian dalam pemilihan umum 2019.
Mereka diizinkan untuk maju setelah Mahkamah Agung, pada tanggal 13 September, menolak ketetapan KPU yang tidak mengizinkan para mantan napi korupsi berkampanye, mengkontradiksi undang-undang pemilu 2017. Gerindra, yang didirikan oleh kandidat presiden Prabowo Subianto, mendukung enam dari 38 kandidat tadi, yang paling tinggi jumlahnya di antara partai-partai yang terlibat.
Pengkritik peraturan tadi mengatakan, mengizinkan mantan napi korupsi kembali ikut pemilu bisa mengoyak integritas DPR dan menghambat upaya anti-korupsi Indonesia.
“Anda tidak bisa memiliki tindakan tidak baik di masa lalu untuk menjadi anggota badan pemerintahan, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau Badan Pajak, jadi kenapa persyaratan ini menghilang untuk anggota DPR atau DPRD?” ujar Adnan Topan Husodo, kordinator Indonesia Corruption Watch, dalam sebuah panel di Jakarta. “Ada kepentingan tersembunyi di balik keputusan untuk mengizinkan mantan napi korupsi (untuk nyaleg) yang mungkin telah mempengaruhi diabaikannya undang-undang tahun 2017, yang diajukan dan disetujui oleh DPR sendiri.”
Alasannya mudah—menjadi narapidana korupsi atau penggelapan uang mungkin telah menghambat keinginan para politisi untuk kembali ke panggung politik di Barat, apalagi maju ikut pemilu, namun stigma semacam itu tidak berlaku di Indonesia, tempat dimana sogokan dianggap sebagai perilaku normal. Survei yang dirilis oleh Indonesia Survey Institute minggu lalu memberikan gambaran suram.
Presiden Joko Widodo dan kandidat presiden Prabowo Subianto, yang mendukung mantan napi korupsi lebih banyak dibanding yang lain. (Foto: AFP)
Walau kebanyakan responden mengatakan mereka pro-demokrasi, hampir sepertiga mengatakan mereka tidak peduli, dan dalam beberapa kasus, cenderung mendukung, korupsi—antitesi dari sistem politik yang mereka dukung. Menurut survei itu, 27 persen dari responden—terutama yang tinggal di desa dan berpendidikan rendah—memaafkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, terutama untuk membantu mereka mempercepat layanan administrasi di badan-badan hukum pemerintah.
Kecenderungan yang permisif ini terhadap korupsi bisa membantu mantan napi korupsi kembali terpilih, ujar analis.
“Tidak semua pemilih memiliki informasi cukup tentang catatan para kandidat, termasuk apakah mereka kotor atau bersih. Toleransi pemberi suara terhadap korupsi itu tinggi,” ujar Burhanuddin Muhtadi, seorang peniliti senior di institusi itu. “Jadi, ya, mantan napi korupsi memiliki kesempatan menang.”
Dalam pemilihan daerah bulan Juni, hanya 19 hari setelah KPK menyebutnya sebagai terduga kasus korupsi dalam sejumlah proyek infrastruktur, seorang kandidat terpilih sebagai bupati di Jawa Timur—dengan kemenangan besar 59,8 persen dari jumlah suara.
Syahri Mulyo dicopot dari jabatannya tiga menit setelah dilantik minggu lalu, dan saat ini sedang ditahan menunggu sidang.
Pengampunan terhadap korupsi ini bisa bermula dari budaya patronase di banyak komunitas Asia, termasuk Indonesia. Tidak seperti di Barat, di mana meritokrasi (pemerintahan yang dipilih berdasarkan kemampuan mereka) bertahan, kebanyakan pemilih di Indonesia masih menempatkan tokoh masyarakat seperti pejabat dan pemuka agama sebagai junjungan. Hal ini mempermudah politisi untuk mendapatkan kembali kekuasaan mereka setelah terimplikasi kasus korupsi.
"Setiap negara memiliki nilai-nilainya sendiri, dan untuk Indonesia, itu adalah patronase,” ujar Yenny Wahid, putri dari mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan ketua dari The Wahid Foundation, pusat riset di Jakarta yang fokus terhadap toleransi beragama. “Di bawah sistem patronase, masyarakat akan menghormati pejabat atau pemuka agama mengabaikan kemampuan dan kecerdasan mereka.”
Rekomendasi lain adalah untuk KPU menambahkan label pada setiap nama mantan napi korupsi di kertas suara, walaupun KPU menolak ide ini karena desain kertas suara telah disetujui oleh semua partai.
Namun upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang catatan hitam para kandidat kemungkinan tidak akan mempengaruhi toleransi masyarakat yang tinggi terhadap korupsi, karena hal itu sudah mengakar secara dalam, ujar analis. Dari para responden survei yang mengatakan mereka pernah berurusan dengan polisi tahun lalu, contohnya, 33 persen mengatakan mereka memberikan uang atau hadiah kepada polisi.
“Warga negara yang jujur, di sisi lain, akan menjadi korban dari korupsi sistematis ini…urusan mereka tidak akan diproses secepat mereka yang memberikan sogokan,” ujar Husodo dari Indonesia Corruption Watch. “Hal ini bisa merugikan para pejuang anti korupsi.”
memberantas korupsi di Indonesia ditandai dengan serangan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan bulan April tahun lalu. Baswedan, yang memimpin investigasi kasus e-KTP, menderita luka serius pada matanya setelah dua pria tidak dikenal menyiramkan air keras ke wajahnya.
Kasus itu akhirnya maju sidang, dan mantan ketua DPR Setya Novanto dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, setelah pengadilan memutuskan ia bersalah menggelapkan uang sebesar $7,3 miliar dari proyek tersebut.
Polisi sampai hari ini belum berhasil mengidentifikasi penyerang Baswedan, menambah serangkaian kasus pelanggaran hak asasi. Tidak ada yang tahun apakah mantan napi korupsi akan lebih rentan melakukan pelanggaran seandainya mereka terpilih. Namun rendahnya restitusi kasus korupsi memberikan ilustrasi “keuntungan” korupsi.
Tahun lalu, Indonesia kehilangan 30 triliun rupiah dari korupsi, namun hanya 5 persen dari uangnya yang telah dikembalikan ke negara, menurut Indonesia Corruption Watch. Secara keseluruhan, ada 2.457 mantan narapidana korupsi masih diperkerjakan sebagai pegawai negeri, dan beberapa bahkan telah naik jabatan, menggarisbawahi kurangnya hukuman dalam institusi pemerintah.
Mantan narapidana korupsi diharapkan untuk menunjukan kepribadian mereka yang rendah hati untuk menarik pemilih, dan taktik ini bisa berhasil dengan masyarakat berpendidikan rendah di pedesaan, ujar analis.
Para pemilih ini biasanya juga tidak akan menolak politik uang, sistem quid-pro-quo ketika kandidat memberi uang pada pemilih sebagai ganti suara mereka—yang bisa memberikan dorongan tambahan bagi para kandidat mantan napi, yang memiliki uang kotor di saku mereka.
“Para mantan napi korupsi yang maju di pemilu basanya lebih dikenal publik dibanding mereka yang jujur, dan mereka juga cenderung lebih sosial.” ujar Muhtadi. “Hal ini bisa mendorong dukungan dari para pemilih yang lebih permisif terhadap korupsi, sehingga kemungkinan mereka untuk menang sama sekali tidak kecil.”
SHARE : by (mulyana/team Pers)

MULIAKAN HARI BATIK 2 OKTOBER

2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional, beragam lapisan masyarakat mulai dari pegawai pemerintah, pegawai BUMN, hingga pelajar dianjurkan untuk memakai batik.
Tanggal 2 Oktober yang ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional berawal dari penetapan batik oleh UNESCO, sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Setelah penetapan itu, maka Indonesia memperingatinya sebagai Hari Batik Nasional pada 2 oktober.

Ini juga dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009.

Di dunia luar, batik pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Suharto, saat mengikuti konferensi PBB.
Meskipun demikian, diakuinya batik sebagai warisan budaya Indonesia oleh dunia, tidak serta merta diperoleh.
Batik sempat hampir ditinggalkan oleh masyarakat, termasuk generasi muda.
Hingga akhirnya, batik hampir saja diklaim oleh Malaysia.
Saat itulah seolah masyarakat menjadi tersadar, bahwa batik adalah warisan leluhur yang harus dilestarikan.