alihkan bahasa sesukamu!!

Kamis, 12 Mei 2011

DANA BOS MENYIMPANG


Jakarta(fajarpost)
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mencoba menerapkan mekanisme baru penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS). Jika semula dana BOS langsung ditransfer dari Bendahara Negara ke rekening sekolah, saat ini dari Bendahara Negara ditransferterlebih dahulu ke kas anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), baru diteruskan ke rekening sekolah. Menurut Kemendiknas, mekanisme baru ini bertujuan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam penyaluran dana BOS. Dengan cara itu, pengelolaan diharapkan pula menjadi lebih tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan (jan11)

Sepintas, tujuan penerapan model baru penyaluran dana BOS memang ideal dan efektif. Namun, yang terjadi kemudian adalah banyaknya keterlambatan penyaluran karena mekanismenya menjadi penuh liku, yaitu dari Kemendiknas melalui kas APBD dana BOS baru di transfer ke sekolah. Pertanyaannya kemudian adalah apakah ada jaminan dana BOS tidak diselewengkan pemerintah daerah (pemda), dengan alasan pemerataan, tetapi senyatanya disalurkan kepada kelompok tertentu–yang dulu menjadi pendukung ketika pemilu kada?

Jika dikaji dengan bijak, terobosan Kemendiknas mengenai penyaluran dana BOS memang tidak seluruhnya tepat, tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Ada benarnya karena selama ini ketika dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah, terjadi banyak penyimpangan. Seperti yang terjadi pada 2009, di Gunungkidul, Bantul, dan Magelang, dana BOS diselewengkan. Sebagaimana temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, 2009, di Gunungkidul BOS disalurkan secara tidak tepat di 12 sekolah dasar (SD) dan 13 sekolah menengah pertama (SMP). Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2009 BPK itu, terdapat 48 sekolah yang sampai hati melakukan pungutan liar (pungli) terhadap siswa. Pungutan itu dibedakan menjadi iuran rutin bulanan menyerupai SPP dan iuran sukarela yang dikenakan berdasarkan kebutuhan sekolah dengan model pembayaran diangsur. Ironisnya, jumlah nominal iuran itu tidak membedakan antara siswa dari kalangan miskin dan golongan mampu, alias pukul rata.

Berdasarkan pengakuan para siswa, sekolah berdalih terpaksa menarik sumbangan dan pungutan lantaran dana BOS tidak mencukupi pembiayaan pendidikan. Pengakuan sekolah itu tentu saja sangat kontras. Pasalnya, untuk daerah Gunungkidul, selain memperoleh BOS yang bersumber dari pemerintah pusat pada 2008, pemerintah kabupaten (pemkab) setempat juga telah memberikan subsidi pendidikan senilai Rp80.000 hingga Rp180.000/siswa/tahun. Tidak hanya di Gunungkidul, Bantul, dan Magelang, penyelewengan dana Bos juga terjadi di Jakarta. BPK Perwakilan Jakarta, misalnya, menemukan indikasi penyelewengan pengelolaan dana sekolah, terutama dana BOS 2007-2009, sebesar Rp5,7 miliar di tujuh sekolah di DKI Jakarta. Sekolah-sekolah tersebut terbukti memanipulasi surat perintah jalan (SPJ) dengan kuitansi fiktif dan kecurangan lain dalam SPJ (Media Indonesia,15/1/2011).

Contoh manipulasi antara lain kuitansi percetakan soal ujian sekolah di bengkel AC mobil oleh SDN 012 RSBI Rawamangun. SPJ dana BOS sekolah ini ternyata menggunakan meterai yang belum berlaku. Bahkan lebih parah lagi, BPK tidak menemukan adanya SPJ dana BOS 2008 karena hilang tak tentu rimbanya. Secara umum, berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester I 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp28 miliar. Penyimpangan terjadi pada 2.054 atau 63,5% dari total sampel sekolah itu. Rata-rata penyimpangan setiap sekolah mencapai Rp13,6 juta. Penyimpangan dana BOS yang terungkap antara lain dalam bentuk pemberian bantuan transportasi ke luar negeri, biaya sumbangan PGRI, dan insentif guru PNS.

Periode 2004-2009, kejaksaan dan kepolisian seluruh Indonesia juga berhasil menindak 33 kasus korupsi terkait dengan dana operasional sekolah, termasuk BOS. Kerugian negara dari kasus itu lebih kurang Rp12,8 miliar. Selain itu, sebanyak 33 saksi yang terdiri dari kepsek, kepala dinas pendidikan, dan pegawai dinas pendidikan telah ditetapkan sebagai tersangka

Tidak ada komentar: