alihkan bahasa sesukamu!!

Sabtu, 03 Agustus 2013

DUGAAN 1 SYAWAL HARI RAYA 2013

Banyak beredar informasi bahwa awal shaum Ramadhan 1434 H akan bertepatan dengan hari Selasa, 9 Juli 2013. Selain itu, banyak juga informasi lain menyatakan bahwa awal shaum Ramadhan kemungkinan akan dimulai pada Rabu, 10 Juli 2013. Mendapati berbedanya informasi itu, sebagian kita mungkin bingung harus mengikuti yang mana. Untuk menguraikan penyebab adanya dua informasi yang berbeda itulah, pada tulisan ini akan dibahas informasi astronomis Hilal dan penerapannya pada kriteria hisab yang berbeda serta prediksi kemungkinan teramati atau tidaknya Hilal penentu awal Ramadhan 1434 H nanti.
Informasi Astronomis Hilal
Dalam memahami pergantian awal bulan Hijriah, setidaknya beberapa infromasi astronomis Hilal berikut harus diketahui:
  1. Waktu Ijtima’ atau Konjungsi atau fase Bulan Baru atau fase Bulan Mati.
  2. Waktu terbenam Matahari di lokasi yang ditinjau.
  3. Posisi Bulan saat Matahari terbenam di lokasi yang ditinjau.
Mari kita bahas ketiga poin di atas dengan memanfaatkan Informasi Hilal Ramadhan yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Secara umum, ijtima’ adalah peristiwa “berkumpul/berdekatannya” Bulan dengan Matahari, saat dilihat dari Bumi. Istilah ini dalam astronomi dikenal dengan nama konjungsi, yaitu ketika bujur ekliptika Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Bujur ekliptika adalah salah satu bagian dari tata koordinat ekliptika; salah satu tata koordinat dalam astronomi yang digunakan untuk menentukan posisi objek-objek tata surya. Padanan bujur ekliptika adalah bujur geografis, yang bersama lintang geografis dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu kota di permukaan Bumi.
Berbeda dengan posisi bujur geografis suatu kota di permukaan Bumi yang relatif tetap, setiap hari nilai bujur ekliptika Bulan dan Matahari akan selalu berbeda. Penyebab utamanya perbedaan ini adalah laju gerak keduanya yang tidak seragam. Hanya setelah mencapai waktu sekitar 29,5 hari-lah keduanya akan kembali berada pada bujur ekliptika yang sama, meskipun nilainya berbeda dari sekitar 29,5 hari sebelumnya. Waktu 29,5 hari ini dikenal dengan siklus sinodis Bulan atau waktu dari satu fase ke fase yang sama di bulan berikutnya, misalnya dari fase bulan Baru ke bulan Baru berikutnya.
Berdasarkan perhitungan kejadian ini diprediksikan akan terjadi kembali pada Senin, 8 Juli 2013, jam 7:14 UT atau 14:14 WIB. Pada saat itu nilai bujur ekliptika Bulan dan Matahari akan sama, yaitu 106,299ยบ. Kita juga dapat menghitung periode sinodis Bulan terhitung sejak konjungsi sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 15 jam 18 menit. Ini artinya, satu siklus sinodis Bulan
tidaklah tepat 29,5 hari namun mungkin akan lebih kecil atau lebih besar dari nilai tersebut.
Mengingat pergantian hari dan tanggal dalam kalender Islam terjadi saat Matahari terbenam, kita juga harus meninjau waktu terbenam Matahari pada hari terjadinya konjungsi tersebut atau sehari sesudahnya. Hal ini diperlukan untuk membandingkan apakah waktu konjungsi tersebut terjadi sebelum Matahari terbenam di wilayah yang ditinjau ataukah setelahnya. Berdasarkan perhitungan, Matahari terbenam di Indonesia pada 8 Juli 2013 paling awal terjadi pada pukul 17 : 33 WIT di Merauke, Papua, dan paling akhir terjadi pada pukul 18 : 57 WIB di Sabang, Aceh. Sebagai tambahan, kita juga dapat menghitung waktu terbenamnya Matahari di kota Yogyakarta (kota yang dijadikan sebagai kota acuan dalam hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah) dan kota Pelabuhan Ratu (kota yang dijadikan sebagai kota acuan dalam hisab yang digunakan oleh Pemerintah dan sejumlah organisasi). Di kota Yogyakarta Matahari terbenam pukul 17 : 34 WIB. Adapun di kota Pelabuhan Ratu Matahari terbenam pukul 17 : 51 WIB. Dari perbandingan antara waktu konjungsi dan waktu Matahari terbenam di semua kota di atas, kita ketahui bahwa bahwa konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 8 Juli 2013 di seluruh wilayah Indonesia.

Tidak ada komentar: