JAKARTA -
Rela mengeluarkan banyak uang, bukan berarti Difa tak mengeluh. Sebab, menurut dia, di sisi lain banyak sekolah dengan biaya terjangkau namun masih bisa memberikan fasilitas yang cukup baik.
Mahalnya biaya masuk sekolah tak membuat seorang ibu bernama Difa mengurungkan niat untuk memasukkan anaknya di sebuah SD swasta berbasis Islam. Padahal, ibu dua anak ini harus merogoh kocek hingga Rp10 juta untuk uang pangkal berikut seragam dan buku. Dia juga harus menyiapkan Rp525 ribu untuk SPP bulanan.
"Dengan biaya tersebut sekolah pasti punya perhitungan, misalnya untuk operasional dan kegiatan lainnya. Tetapi memang kalau saya lihat di sini ada komersialisasi pendidikan. Ada juga SD yang bayarannya tidak semahal itu, tetapi tetap bisa memfasilitasi siswa-siswanya," ujarnya dihubungi Okezone, belum lama ini.
Memutuskan untuk menyekolahkan anak di SD Islam terpadu (SDIT) tentu dengan berbagai pertimbangan. Pertama, Difa ingin agar anaknya memiliki lingkungan pergaulan yang kondusif, terutama dalam pembentukan karakter dan akhlak. Kedua, yakni terkait sistem belajar mengajar di sekolah tersebut yang dinilai cukup baik dan modern.
"Orangtua karena butuh anaknya untuk sekolah, jadi terkadang kalau lihat rincian biaya tidak dicek lagi. Di sekolah anak saya juga begitu, kami diberi rincian, misalnya uang kegiatan Rp 2 juta, seragam Rp500 ribu, dan lain sebagainya. Memang logis, tetapi tidak dilihat lagi," tuturnya.
Difa berpendapat, seharusnya ada pemerataan dalam biaya pendidikan. Sebab, dia pun tak menampik jika banyak SD yang murah bahkan gratis. Tetapi di sisi lain, sekolah swasta banyak yang mematok harga selangit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar